Jumat, 05 September 2008

Utk Ytc.Calon Ibu dan Bunda tercinta. Berita Terkini

UTK YTC.CALON IBU DAN BUNDA TERCINTA.

UTK YTC.CALON IBU DAN BUNDA TERCINTA.

Bincang-bincang soal pembagian tugas suami-isteri, selalu saja menarik.

Sepanjang masa berbagai argumen dikemukan, tidak sedikit para ustadz dan

ulama urun rembug memberikan arahan dan fatwa.Selama itu pula, sepertinya

ada saja fenomena yang pantas untuk diungkap.

Sebagian akhwat menganggap tugas wanita lebih sebagai manajer di rumahnya

tanpa perlu dipusingkan urusan dapur dan merawat anak yang lebih pantas

dilakukan oleh para bawahan, alias pembantu ataupun baby-sitter.

Peran sosial dan aktualisasi diri menjadi lebih utama.Di sisi lain, tidak

sedikit akhwat yang tetap "teguh" dan bangga dgn kesibukan seputar urusan

dapur dan diaper ini.Mereka cukup puas dgn imbalan surga untuk jerih

payahnya membenamkan muka di asap "sauna" mazola (minyak goreng) dan

berparfumkan aroma popok bayi.

Saya tidak hendak membahas kekurangan dan kelebihan kedua sisi ini.Seperti

saya tulis di muka, sudah banyak para ulama dan ustadz yang memberikan

arahan.

Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya.Sebut saja Rani

namanya.Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki

idealisme yang tinggi.Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas :

meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi

yang akan digelutinya.Ketika Universitas mengirim kami

untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya

bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah.Sementara saya, lebih memilih

menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dgn seluk beluk hukum dan

perundangan.Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara " dgn

dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.

Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai

staf Diplomat bertepatan dgn tuntasnya suami Rani meraih PhD.Konon nama

putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf

terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar Alifya.Tentunya filosofi

yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula.

Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani

semakin menggila saja.Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan

dari satu negara ke negara lain makin meninggi.

Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal?"

dgn sigap Rani menjawab " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya.

Everything is ok."

Dan itu betul-betul ia buktikan.Perawatan dan perhatian anaknya walaupun

lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan.Alif tumbuh

menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian.Kakek neneknya selalu

memompakan kebanggaan kepd cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya.

" Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek

Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya.Tidak

salah memang.Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil

dalam bidang akademis dan pekerjaannya.

Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik.Waktu itu

Ia dan suaminya menjelaskan dgn penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka

belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif.Lagi-lagi

bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya.

Mengagumkan memang.Alif bukan tipe anak yang suka merengek.Kalau kedua

orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek.Kisah Rani, Alif

selalu menyambutnya dgn penuh kebahagiaan.

Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil.Sungguh keluarga yang bahagia, pikir

saya.Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.Diam-diam

hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.

Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak

dimandikan baby-sitternya." Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya.Karuan

saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi

gusar.Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dgn tante

Mien, baby-sitternya.Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda, mandikan Alif?" begitu setiap pagi.Rani dan suaminya berpikir, mungkin

karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta

perhatian.

Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter." Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang.Sekarang di Emergency".Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD.But it was too late.Allah sudah punya rencana lain.

Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya.Rani, bundanya

tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya,shock

berat.Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan

anaknya.Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring

kaku.

" Ini bunda, Lif.Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramat pedih.

Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri

mematung.Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " Ini sudah

takdir, iya kan? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah

saatnya, dia pergi juga kan? ".Saya diam saja mendengarkan." Ini

konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat.

Hening sejenak.Angin senja berbaur aroma kamboja.Tiba-tiba Rani

tertunduk." Aku ibunya " serunya kemudian, "Bangunlah Lif.Bunda mau

mandikan Alif.Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif".Rintihan itu

begitu menyayat.Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah

merah?.

***

Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pAndang pembagian

tugas suami isteri.

Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut :

" Mandikan aku, Bunda ." Akankah kita menolak? Ataukah menunggu sampai

terlambat?

Wassalam,

sumber Utk Ytc.Calon Ibu dan Bunda tercinta. : Forum_lingkarpena@yahoogroups.com
Utk Ytc.Calon Ibu dan Bunda tercinta.