UTK YTC.CALON IBU DAN BUNDA TERCINTA.
UTK YTC.CALON IBU DAN BUNDA TERCINTA.
Bincang-bincang soal pembagian tugas suami-isteri, selalu saja menarik.
Sepanjang masa berbagai argumen dikemukan, tidak sedikit para ustadz dan
ulama urun rembug memberikan arahan dan fatwa.Selama itu pula, sepertinya
ada saja fenomena yang pantas untuk diungkap.
Sebagian akhwat menganggap tugas wanita lebih sebagai manajer di rumahnya
tanpa perlu dipusingkan urusan dapur dan merawat anak yang lebih pantas
dilakukan oleh para bawahan, alias pembantu ataupun baby-sitter.
Peran sosial dan aktualisasi diri menjadi lebih utama.Di sisi lain, tidak
sedikit akhwat yang tetap "teguh" dan bangga dgn kesibukan seputar urusan
dapur dan diaper ini.Mereka cukup puas dgn imbalan surga untuk jerih
payahnya membenamkan muka di asap "sauna" mazola (minyak goreng) dan
berparfumkan aroma popok bayi.
Saya tidak hendak membahas kekurangan dan kelebihan kedua sisi ini.Seperti
saya tulis di muka, sudah banyak para ulama dan ustadz yang memberikan
arahan.
Saya hanya ingin bertutur tentang seorang sahabat saya.Sebut saja Rani
namanya.Semasa kuliah ia tergolong berotak cemerlang dan memiliki
idealisme yang tinggi.Sejak awal, sikap dan konsep dirinya sudah jelas :
meraih yang terbaik, baik itu dalam bidang akademis maupun bidang profesi
yang akan digelutinya.Ketika Universitas mengirim kami
untuk mempelajari Hukum Internasional di Universiteit Utrecht, di negerinya
bunga tulip, beruntung Rani terus melangkah.Sementara saya, lebih memilih
menuntaskan pendidikan kedokteran dan berpisah dgn seluk beluk hukum dan
perundangan.Beruntung pula, Rani mendapat pendamping yang "setara " dgn
dirinya, sama-sama berprestasi, meski berbeda profesi.
Alifya, buah cinta mereka lahir ketika Rani baru saja diangkat sebagai
staf Diplomat bertepatan dgn tuntasnya suami Rani meraih PhD.Konon nama
putera mereka itu diambil dari huruf pertama hijaiyah "alif" dan huruf
terakhir "ya", jadilah nama yang enak didengar Alifya.Tentunya filosofi
yang mendasari pemilihan nama ini seindah namanya pula.
Ketika Alif, panggilan untuk puteranya itu berusia 6 bulan, kesibukan Rani
semakin menggila saja.Frekuensi terbang dari satu kota ke kota lain dan
dari satu negara ke negara lain makin meninggi.
Saya pernah bertanya , " Tidakkah si Alif terlalu kecil untuk ditinggal?"
dgn sigap Rani menjawab " Saya sudah mempersiapkan segala sesuatunya.
Everything is ok."
Dan itu betul-betul ia buktikan.Perawatan dan perhatian anaknya walaupun
lebih banyak dilimpahkan ke baby sitter betul-betul mengagumkan.Alif tumbuh
menjadi anak yang lincah, cerdas dan pengertian.Kakek neneknya selalu
memompakan kebanggaan kepd cucu semata wayang itu tentang ibu-bapaknya.
" Contohlah ayah-bunda Alif kalau Alif besar nanti." Begitu selalu nenek
Alif, ibunya Rani bertutur disela-sela dongeng menjelang tidurnya.Tidak
salah memang.Siapa yang tidak ingin memiliki anak atau cucu yang berhasil
dalam bidang akademis dan pekerjaannya.
Ketika Alif berusia 3 tahun, Rani bercerita kalau Alif minta adik.Waktu itu
Ia dan suaminya menjelaskan dgn penuh kasih-sayang bahwa kesibukan mereka
belum memungkinkan untuk menghadirkan seorang adik buat Alif.Lagi-lagi
bocah kecil ini "dapat memahami" orang tuanya.
Mengagumkan memang.Alif bukan tipe anak yang suka merengek.Kalau kedua
orang tuanya pulang larut, ia jarang sekali ngambek.Kisah Rani, Alif
selalu menyambutnya dgn penuh kebahagiaan.
Rani bahkan menyebutnya malaikat kecil.Sungguh keluarga yang bahagia, pikir
saya.Meski kedua orang tua sibuk, Alif tetap tumbuh penuh cinta.Diam-diam
hati kecil saya menginginkan anak seperti Alif.
Suatu hari, menjelang Rani berangkat ke kantor, entah mengapa Alif menolak
dimandikan baby-sitternya." Alif ingin bunda mandikan." Ujarnya.Karuan
saja Rani yang dari detik ke detik waktunya sangat diperhitungkan, menjadi
gusar.Tak urung suaminya turut membujuk agar Alif mau mandi dgn tante
Mien, baby-sitternya.Persitiwa ini berulang sampai hampir sepekan," Bunda, mandikan Alif?" begitu setiap pagi.Rani dan suaminya berpikir, mungkin
karena Alif sedang dalam masa peralihan ke masa sekolah jadinya agak minta
perhatian.
Suatu sore, saya dikejutkan telponnya Mien, sang baby sitter." Bu dokter, Alif demam dan kejang-kejang.Sekarang di Emergency".Setengah terbang, saya pun ngebut ke UGD.But it was too late.Allah sudah punya rencana lain.
Alif, si Malaikat kecil keburu dipanggil pemiliknya.Rani, bundanya
tercinta, yang ketika diberi tahu sedang meresmikan kantor barunya,shock
berat.Setibanya di rumah, satu-satunya keinginan dia adalah memandikan
anaknya.Dan itu memang ia lakukan, meski setelah tubuh si kecil terbaring
kaku.
" Ini bunda, Lif.Bunda mandikan Alif." Ucapnya lirih, namun teramat pedih.
Ketika tanah merah telah mengubur jasad si kecil, kami masih berdiri
mematung.Berkali-kali Rani, sahabatku yang tegar itu berkata, " Ini sudah
takdir, iya kan? Aku di sebelahnya ataupun di seberang lautan, kalau sudah
saatnya, dia pergi juga kan? ".Saya diam saja mendengarkan." Ini
konsekuensi dari sebuah pilihan." lanjutnya lagi, tetap tegar dan kuat.
Hening sejenak.Angin senja berbaur aroma kamboja.Tiba-tiba Rani
tertunduk." Aku ibunya " serunya kemudian, "Bangunlah Lif.Bunda mau
mandikan Alif.Beri kesempatan bunda sekali lagi saja, Lif".Rintihan itu
begitu menyayat.Detik berikutnya ia bersimpuh sambil mengais-kais tanah
merah?.
***
Sekali lagi, saya tidak ingin membahas perbedaan sudut pAndang pembagian
tugas suami isteri.
Hanya saja, sekiranya si kecil kita juga bergelayut :
" Mandikan aku, Bunda ." Akankah kita menolak? Ataukah menunggu sampai
terlambat?
Wassalam,
sumber Utk Ytc.Calon Ibu dan Bunda tercinta. : Forum_lingkarpena@yahoogroups.com
Utk Ytc.Calon Ibu dan Bunda tercinta.