Selasa, 12 Agustus 2008

Generasi Muda Dalam Defisit Spiritual Berita Terkini

GENERASI MUDA DALAM DEFISIT SPIRITUAL

GENERASI MUDA DALAM DEFISIT SPIRITUAL

Generasi muda memiliki posisi dan peran yang strategis dalam proses pembangunan dan regenerasi suatu bangsa.Generasi mudalah yang akan menyambut tongkat

estafet kepemimpinan.Keberhasilan suatu bangsa akan tercermin dalam keberhasilannya melahirkan generasi yang berkualitas sehingga mampu mengangkat harkat dan martabat bangsanya.Hal di atas berangkat dari realitas dan filosofi bahwa masa muda adalah lambang kekuatan, kekuasaan, fitalitas dan energi dan secara umum merupakan masa ketika potensi dan kemempuan fisik, mental dan intelektual serta moral seseorang dalam tingkat perkembangan dan daya guna yang optimal.Selain itu generasi muda juga mempunyai potensi yang dahsyat yang dimanfaatkan untuk berbagi keperluan dan kepentingan.

Selain itu, dunia pemuda adalah dunia penuh warna.dgn alasan inilah berbagai kalangan menganggap sah-sah saja ketika para pemuda mulai tergoda untuk mencoba hal-hal baru.Darah mudanya senantiasa bergejolak untuk memcicipi manisnya madu atau bahkan menentang ganasnya racun dunia seperti budaya pop, termasuk pergaulan bebas yang saat ini melAnda biduk dunia.

Pernyataan tersebut bukanlah sesuatu yang hiperbolis.Fenomena yang terjadi selama ini cukup untuk dijadikan indikasi hal ini.Salah satunya adalah hasil penelitian yang dilakukan pd tahun 2002 oleh Lembaga Studi Cinta dan Kemanusiaan serta Pusat Pelatihan Bisnia dan Humaniora menunjukkan bahwa hampir 97,05% mahasiswi di Yogyakarta sudah hilang keperawanannya, maraknya pembuangan bayi dari hasil perzinahan, pembunuhan seorang perempuan yang hamil di luar nikah di Yogya yang dilakukan oleh pacarnya.Mungkin juga tidak berlebihan apabila film BCG dianggap sekelumit contoh representatif dari pergaulan bebas di kalangan pemuda saat ini.

Meskipun agama telah melarang pergaulan seperti yang tergambar di atas ( pergaulan bebas/zina(al Isra) dan mengancam pelakunya dgn hukuman dan siksa kelak di akhirat, akan tetapi masih banyak sekali orang-orang yang melakukannya, behkan sebagian masyarakat telah menganggap perbuatan tersebut sebagi suatu kewajaran dan tidak perlu dikecam karena sesuai dgn ideologi global dan sesuatu yang artistik.

Ada beberapa faktor yang menjadi penyebab pergaulan bebas, yaitu:pertama;kurangnya kontrol diri sehingga mudah terjerembab ke dalam dunia gelap tersebut, kedua;kurangnya kontrol dari keluarga dan masyarakat, ketiga;ketidak pahaman, bahkan tidak mau tahu terhadap ajaran agama, keempat;pengaruh media massa yang terus mencekoki penonton atu pembacanya dgn suguhan budaya yang tidak sesuai dgn ajaran agama dan budaya ketimuran.Selain

itu, ada kecenderungan bahwa hampir semua aspek kehidupan tampaknya semakin membuat jurang yang menganga di samping dgn agama, juga dgn etika ewuh-pakewuh.Ekspresi dalam budaya yang ditopang oleh media dan budaya hedonis serta materialisme tidak lagi mengenal budaya malu.Etika (terutama etika seni)yang berkembang dalam kehidupan nyata adalah etika yang cenderung kapitalis dan konsumeris yang dalam prakteknya berwajah materialis daripd humanis.Materialisme telah menumbuhkan hedonisme seni-budaya, yaitu sikap yang hanya mengejar kesenangan, termasuk mengekspresikan diri dgn segala cara, tanpa mengindahkan budaya lokal.Hal ini didukung oleh Robert Rauschenberg (1989) yang mengatakan bahwa ekspresi seni adalah ekspresi bebas, yang penting adalah bagaimana menghasilkan karya seni yang bisa dinikmati.

Maka, tumbuh suburlah Machiavielisme, meraih tujuan dgn menghalalkan segala cara.Tujuan yang menentukan tindakan, bukan nilai yang menentukan tindakan.Jadi bisa dipahami kalau budaya ewuh-pakewuh tidak berkembang.

pdhal dalam perspektif filosofis Jawa dan budaya Timur, rasa yang diekspresikan dalam seni bukanlah sekedar rasa.Rasa adalah perasaan batin atau hati nurani (Suseno,1988:197).Makin

halus perasaan seseorang, maka ia semakin dapat menyadari dirinya makin bersatu dgn kekuatan ilahi dan makin berarah hidupnya.dgn rasa, muncul moral dasar, seperti kejujuran, keadilan, malu, sungkan dan makin didengarnya suarahati nurani.

Selain itu, kebebasan adalah syarat pokok dalam ekspresi keindahan dalam pergaulan.Akan tetapi, perlu dipahami bahwa kebebasan bukanlah sesuatu yang berdiri sendirian, melainkan terbatas dgn sejumlah norma yang ada dan berlaku di tengah masyarakat.Memang berat untuk mengelola agama dan kepercayaan yang ada untuk ditransformasikan menjadi energi penggerak yang efektif ntuk menata masyarakat.Akan tetapi inilah tugas semua elemen masyarakat.

Di sisi lain, seorang fenomenolog Soren Kierkegaard tidak menyalahkan modernisme atau kapitalisme, akan tetapi menganggap bahwa fenomena tersebut disebabkan oleh faktor personal.Kierkegaard menyebutnya sebagai salah satu bentuk usaha manusia dalam hidupnya agar eksistensinya diakui, karena pd dasarnya kualitas kehidupan manusia terbagi dalam tiga tahap eksistensi yaitu; pertama: tahap estetis yaitu tahap kehidupan seseorang yang berusaha menangkap setiap peluang atau kesempatan dan menikmatinya.Sesuatu yang dianggap baik

dalam tahap ini adalah segala sesuatu yang indah, memuaskan dan menyenangkan.pd tahap ini nafsu dan perasaan mendominasi kehidupan manusia.Segala pertimbangan dilakukan oleh indera.Sesuatu yang baik adalah sesuatu yang dianggap baik oleh indera begitu juga sesuatu yang buruk adalah apa yang dianggap membosankan oleh indera.Akan tetapi, keadaan ini dapat membuat indera merasa gelisah, hampa dan takut.Jika seseorang dalan tahap ini Tahap estetis

adalah tahap yang paling rendah.Apabila seseorang membuktikan eksistensinya masih pd tahap ini, maka harkat dan martabatnya serta moralnya tergolong rendah.

Kedua, tahap etis.Jika seseorang mengaktualisasikan dirinya dalam tahap ini, maka kualitas hidupnya adalah lebih baik.pd tahap ini seseorang akan bertindak dgn penuh kesungguhan dan melibatkan pertimbangan moral.Akan tetapi, tahap etis ini juga dapat membuat seseorang menjadi gelisah, orang akan sadar bahwa ia tidak dapat memuaskan dirinya dan akhirnya akan muncul rasabosan.

Ketiga, tahap religius.Tahap ini adalah tahap ketika orang memilih untuk bersungguh-sungguh menyerahkan dirinya pd agama dgn penuh keimanan daripd kenikmatan duniawi dan dominasi rasio.Tahap ini adalah tahap tertinggi setelah seseorang dapat melewati tahap estetis dan etis.Segala ucapan dan perbuatan seseorang tidak hanya didasarkan pd aspek keindahan, pemuasan perasaan dan pertimbangan moral saja, akan tetapi juga didasarkan pd

aspek baik atau buruk yang telah diatur oleh Tuhan.

Dari paparan di tas dapat disimpilkan bahwa solusi untuk meminimalisir dan mengantisipasi terjadinya pergaulan bebas adalah memperkuat kontrol diri dgn berpegang teguh pd ajaran agama, memperkuat kontrol dari keluarga dan lingkungan masyarakat, merubah sistem pendidikan dari pendidikan yang hanya meningkatkan kemampuan kognitif ke pendidikan yang meningkatkan kecerdasan hati.

sumber Generasi Muda Dalam Defisit Spiritual : Alhikmah.com
Generasi Muda Dalam Defisit Spiritual