Minggu, 14 September 2008

Observatorium Juragan Teh Berita Terkini

OBSERVATORIUM JURAGAN TEH

OBSERVATORIUM JURAGAN TEH

Karena juragan teh yang pemurah, Indonesia mendapat warisan observatorium sangat berharga, Bosscha.

Maria van der Hoeven menyempatkan pergi ke Lembang, Bandung, awal pekan ini.Mevrouw yang satu ini tentu tidak sedang berpiknik ke daerah berhawa dingin itu.Ia, sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, dan Sains BelAnda, menengok salah satu tonggak ilmu pengetahuan yang diwariskan kepd Indonesia, Observatorium Bosscha.

Observatorium Bosscha dikunjungi bukan semata-mata karena didirikan di hari-hari terakhir kekuasaan BelAnda.Tapi ini salah satu tempat pengamatan bintang ini terpenting di belahan selatan.Para astronomnya ikut bertukar informasi dgn pengamat bintang lain di seluruh dunia.

"Saya pikir Indonesia memiliki kapasitas untuk menjadi pemain penting dalam jaringan astronomi," ujar Van der Hoeven sambil menyerahkan tumpukan 50 ribu euro (Rp 558 juta) kepd pengelola Bosscha untuk penelitian.Ini bukan kunjungan satu-satunya pejabat asing ke sini.September mendatang, ganti seorang pejabat tinggi Jerman akan menjenguk.

Pentingnya Bosscha disebabkan oleh beberapa faktor.Dr Taufiq Hidayat, pemimpin observatorium, menyebut salah satunya: Bosscha satu-satunya observatorium besar di wilayah dari Jepang sampai India.Tak hanya itu, letak Bosscha juga membantu pengamatan langit selatan yang minim fasilitas pengamatan bintang.

Itu sebabnya hasil penelitian astronom Bosscha bisa ditukar dgn informasi pengamat bintang dari belahan bumi yang lain."Astronomi memang perlu networking, nggak bisa sendirian," kata Hidayat.

Tak terbayang tempat pengamat bintang sepenting ini hadir karena seorang juragan teh yang namanya diabadikan menjadi sebutan observatorium, Karel Albert Rudolf Bosscha.

Bosscha, kelahiran BelAnda 1865, mendirikan kebun teh Malabar pd 1896.Ia lalu memperluas usaha.Belakangan, ia menguasai seluruh kebun teh ke sekecamatan Pengalengan.Sejak awal, ia gemar membantu pendidikan atau ilmu pengetahuan.Hanya lima tahun membuka perkebunan, ia sudah membuat sekolah dasar gratis bagi para inlander Malabar.Sekolah ini sekarang bernama SD Negeri Malabar II.

Minat pd ilmu pengetahuan membuatnya bersemangat membiayai pembuatan observatorium.Apalagi ayahnya memberi wanti-wanti ini saat ia berangkat ke tanah jajahan di ujung Asia ini."Jika Kamu punya uang, dirikanlah satu (observatorium) di Hindia BelAnda," kata ayahnya seperti dituturkan Hidayat.

Saat Nederlandch Indische Sterrekundige Vereeniging (Perhimpunan Ilmu Astronomi Hindia BelAnda) mengadakan pertemuan pd 1920 di Bandung, si juragan teh itu langsung menyatakan kesediaan membuka dompet membeli teropong yang mahal.

Tempat yang dipilih hanya 15 kilometer dari Bandung, di kaki Gunung Tangkuban Perahu.Kakak-adik Ursone menyumbangkan lahan seluas 6 hektare di ketinggian 1.300 meter untuk membangun fasilitas itu.

dgn Dr J.Voute nantinya menjadi direktur pertama Observatorium Bosscha Bosscha pergi ke Jerman, tempat lensa terbaik dunia dibuat, untuk membeli lensa.Jadilah uang dikucurkan untuk teleskop Zeiss dan Bamberg.

Teleskop buatan Jerman itu sampai ke Tanjung Priok dgn kapal Kertosono milik Rotterdamsche Lloyd pd 1928 dalam bentuk terurai yang dikemas dalam tujuh kotak.Kereta api membawa sampai Bandung.Di sana, batalion zeni KNIL mengangkut sampai Lembang dan langsung dipasang.

Bosscha sempat melihat kedatangan teleskop raksasa ini sampai Lembang.Tapi, sebelum terpasang baik, ia lebih dulu meninggal.Pria yang melajang itu pun dimakamkan di salah satu pojok kebun Malabar.Observatorium yang saat itu menjadi yang terbaik di Asia itu pun diberi nama Bosscha, hingga sekarang.

Sejak didirikan, observatorium ini mempunyai teleskop terbesar di Asia Tenggara.Dominasi baru tergoyahkan beberapa tahun mendatang karena Malaysia akan mengoperasikan teleskop otomatis berlensa 0,5 meter dua tahun lagi.Thailand juga akan menyusul, malah dgn lensa fantastis: selebar 2,4 meter.

Tapi sampai saat ini Bosscha masih dominan.Jadi sampai sekarang Hidayat masih kelimpungan menyusun jadwal yang dibuat tiga bulan sekali.Jadwal selalu diperbarui gara-gara kegiatan pengamatan bintang pd malam hari batal akibat cuaca buruk.Dari mahasiswa sampai peneliti tamu sudah antre menggunakan teleskop-teleskop yang dibeli juragan teh itu.Astronom Jepang, misalnya, dua tahun lalu menggunakan teropong Bosscha untuk menghitung bintang di wilayah selatan.Penelitian ini untuk posisi satelit mereka.

Sumber Koran Tempo (19 Mei 2006)

sumber Observatorium Juragan Teh : Koran tempo
Observatorium Juragan Teh