Selasa, 22 Juli 2008

Catatan PON Eko Widodo Belajar dari Negeri Kebut Semalam Berita Terkini

CATATAN PON
EKO WIDODO


BELAJAR DARI NEGERI KEBUT SEMALAM

CATATAN PON
EKO WIDODO


BELAJAR DARI NEGERI KEBUT SEMALAM

Ketika masih sekolah, kita pasti kenal istilah belajar "SKS" alias sistem kebut semalam. Malasnya para guru dan dosen merancang soal menantang, kecenderungan model soal favorit, dan lemahnya daya nalar siswa membuat mereka lebih memilih menghafal jawaban soal-soal daripada memahaminya.


Inilah salah satu kegagalan dalam pendidikan Indonesia. Saat menghafal, kita hanya menyimpan dalam short memory otak, sedangkan saat memahami kita akan terus membawanya sepanjang hayat .


Celaka dua belas jika mereka yang biasa belajar dengan sistem "SKS" mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari. Apa yang kita lakukan sehari-hari sejatinya adalah manifestasi dari pelajaran yang diperoleh.


Contoh nyatanya adalah pergelaran PON 2008 di Kaltim. Setidaknya enam tahun lalu kejelasan Kaltim sebagai tuan rumah sudah diketahui. Namun, mengapa masih banyak prasarana yang belum siap saat PON sudah dimulai pada awal Juli ini?


Tengoklah permukaan lapangan skuas di Balikpapan yang tak menyerap keringat sehingga harus diganti. Lihat pula ring basket baru yang tak pernah terpasang sampai juara basket PON 2008 diketahui di gedung serbaguna Sempaja. Pun begitu boat di ski air yang baru datang beberapa hari menjelang event dimulai. Hakim garis di sepak takraw pun memprotes dengan memakai sandal saat bertugas karena persoalan perlengkapan.


Saya sempat diusir petugas keamanan saat memotret pertandingan basket. Padahal jarak saya ke garis lapangan sudah lebih dari 3 meter. Si petugas, yang tak sepenuhnya salah, tampaknya tak tahu peraturan peliputan di basket sebab tidak pernah diedukasi oleh panpel berapa jarak minimum memotret dalam pertandingan basket.


Prasarana parkir di kompleks Stadion Madya Sempaja juga parah. Motor sangat banyak dan membuat macet jalanan sehingga petugas pertandingan, seperti wasit, harus berjalan kaki ke arena karena mobil penjemputnya tak bisa bergerak.


Hotel atlet memang nyaman, tapi sungguh tak aman bagi atlet sebab banyak "pendatang gelap". Siapa saja bebas keluar masuk meskipun di pintu depan hotel ada beberapa polisi.


Butuh Anutan


Semrawutnya prasarana PON 2008 adalah buah dari latar belakang pendidikan kita. Kita lebih suka menghafal dan mendapatkan nilai instan daripada memahami saat mengerjakan soal. Di ajang multicabang, uji coba mutlak dilakukan sebelum arena itu dinyatakan layak pakai.


Apakah jangan-jangan kita tak punya anutan dalam pembangunan prasarana olahraga? Padahal kalau mau, kesuksesan penyelenggaraan Olimpiade Sydney 2000 sudah dibukukan, baik cetak maupun digital. Kalau merujuk pada kesuksesan Sydney 2000, PON Kaltim bisa bagus, asalkan mau.


Sayang juga kita terbiasa bicara "proyek" jangka pendek saja. Saat menunggu pesawat yang terlambat di lounge bandara Sepinggan, Balikpapan, tak sengaja saya mendengar pembicaraan dua orang yang mendapatkan keuntungan bersih ratusan juta rupiah dari penyediaan alat-alat pertandingan. Wajah mereka berbinar karena kaya mendadak dari proyek PON ini. Urusan kemajuan olahraga Indonesia seusai PON tak mereka singgung sama sekali.


Seusai PON, apakah pemanfaatan fasilitas wah di Sempaja, Palaran, atau di Balikpapan akan dimaksimalkan? Inilah yang perlu dipikirkan dari sekarang.


Membuat sport school seperti SMA Ragunan rasanya perlu dilakukan di Kaltim. Dengan pembuatan sekolah olahraga seperti Ragunan, bibit-bibit atlet dari kawasan Timur Indonesia akan bisa dididik dan dikembangkan. Apalagi fasilitas eks PON bisa dimanfaatkan.


Jika mau, satu lagi sport school bisa dibuat di Sumatra. Eks fasilitas PON 2004 di Sumsel dan fasilitas PON 2012 di Riau bisa menjadi tempat penggodokan bibit-bibit atlet di kawasan Sumatra. Tiga sport school di tiga pulau besar berpenduduk banyak? Wow, betapa cerahnya masa depan olahraga Indonesia.


Banyak tenaga pendidik olahraga berkualitas S1, S2, dan S3 yang bisa direkrut. Asalkan ada konsep jelas mengenai kurikulum, perekrutan siswa, tenaga pelatih, kesejahteraan pendidik, rasanya sport school itu bisa menjadi salah satu lapangan pekerjaan menarik.


Namun, semua berpulang ke para pengambil kebijakan, baik di bidang pendidikan maupun olahraga. Biarpun ada sistem belajar "SKS", saya yakin masih banyak insan olahraga cerdas yang memahami pembinaan olahraga secara benar.


Sistem kebut semalam di PON Kaltim 2008 bukanlah contoh yang baik untuk olahraga Indonesia. Tak ada "negeri kebut semalam" yang bisa sukses bersaing dengan bangsa-bangsa lain. Perencanaan dan pemahaman adalah kunci yang pas untuk meraih kesuksesan, bukan hanya dari hafalan!


sumber Catatan PON
Eko Widodo


Belajar dari Negeri Kebut Semalam : BolaNews.Com
Catatan PON
Eko Widodo


Belajar dari Negeri Kebut Semalam